Interes.id – Air Sungai Batanghari keruh. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan masa lalu. Dulu air sungai yang mengalir di dua provinsi, yaitu Sumatera Barat dan Jambi ini, bahkan bisa diminum. Kini, sungai itu hanya menjadi sandaran sebagian warga, untuk memenuhi kebutuhan harian, seperti mengambil batu dan sarana transportasi.
Perahu tradisional yang disebut warga sebagai Tetek, merapat ke dermaga kecil di kawasan Candi Pulau Sawah 24 Agustus 2022. Digo, yang bertugas sebagai kernet perahu, dengan sigap melompat sambil memegang tali tambatan. Dari dalam perahu sepasang suami istri bersama dua anak mereka, akhirnya turun. Mereka adalah warga Nagari Siguntua, daerah di seberang sungai. Mereka menyeberang untuk menyaksikan Festival Pamalayu, yang sedang berlangsung di kawasan candi.
Lihat juga : Festival Pamalayu di Candi Pulau Sawah
Setelah penumpang turun, Digo kemudian mendorong perahu ke tengah, agar bisa berputar untuk kembali ke seberang. Perahu dengan mesin tempel itu lalu dikemudikan operatornya meninggalkan kawasan Candi Pulau Sawah.
Kini perahu sedang menyeberangi aliran Sungai Batanghari yang airnya keruh, kuning kecoklatan. Arus sungai yang tidak begitu deras, menyebabkan penyeberangan berjalan lancar. Tak sampai lima menit, tetek akhirnya sampai di seberang.
Menurut Digo, dermaga ini berfungsi setiap harinya. Ada enam perahu yang beroperasi disini. Selain untuk membantu warga menyeberangi sungai, perahu-perahu itu sebenarnya difungsikan warga sekitar untuk mengangkut batu sungai.
Lihat juga : Arung Pamalayu, Menyisir Kejayaan Menyelamatkan Batang Hari
Selain di Dermaga Lopon Batu itu, juga ada dermaga yang menjadi lokasi penyeberangan warga. Jaraknya tidak terlalu jauh. Namun di kawasan Siguntur Dua, atau yang lokasinya di bagian hilir, tidak ada perahu penyeberangan, tapi berupa ponton. Menurut Digo, lebih banyak warga yang memanfaatkan ponton dibanding perahu.
” Lebih ramai di Siguntur Dua, sebab orang lebih tahu jalan ke sana. Katanya lebih dekat. Tapi kalau air surut, orang lebih banyak kesini, sebab pontonnya macet karena air dangkal” ujar Digo.
Meski tidak menetapkan tarif untuk penumpang perahu, namun biasanya warga memberi uang 5 ribu rupiah pulang pergi. Namun banyak pula yang menumpang gratis.
Kondisi aliran Sungai Batanghari khususnya di daerah Siguntur, jauh berbeda dengan belasan tahun lalu. Tidak saja luas dan konturnya, namun juga kualitas airnya. Menurut Hendrawati warga setempat, saat ia kecil air Batanghari bahkan bisa diminum.
“Bertukar terus tempat dermaganya. Air Batangharu dulu tidak keruh, bahkan jernih. Tapi setelah adanya tambang emas, baru airnya keruh. Dulu saat kecil, kami sering bawa nasi kesini dan minumnya pakai air sungai” ungkap Hendrawati.
(*)
Lihat juga: Arung Pamalayu, Menyisir Kejayaan Menyelamatkan Batang Hari
—
Kanal TV Independen yang menyajikan berita Video terbaru, Ragam Talkshow, Liputan Perjalanan, Budaya dan Sejarah. Video create by Interes Youtube.