Interes.id – 20 bulan berlalu, penanganan pasca-bencana gempa bumi di Pasaman Barat belum tuntas. Sejumlah sekolah rusak belum diperbaiki sehingga para murid terpaksa belajar di tenda darurat. Sementara itu, banyak warga masih menghuni tenda darurat akibat belum cairnya bantuan atau tidak terdatanya mereka sebagai penerima bantuan.
Seperti diketahui, gempa bumi bermagnitudo 6,1 terjadi pada 25 Februari 2022 berlokasi di darat lereng Gunung Talamau, Kabupaten Pasaman Barat pada kedalaman 10 km. Sedikitnya, 27 orang tewas dan ratusan warga luka-luka. Ribuan rumah warga rusak ringan hingga berat.
SD Negeri 17 Talamau adalah salah satu sekolah yang rusak akibat gempa dan belum diperbaiki. Senin pagi (16/10/2023) ketika Interes.id berkunjung, tengah berlangsung upacara di halaman sekolah. Usai upacara, para murid memulai proses belajar di tenda darurat.
Mereka tidak dapat menempati ruangan kelas karena bangunannya yang membahayakan. Kaca-kaca ruangan terlihat pecah-pecah, dinding-dinding retak, dan rawan ambruk.
Data BPBD Pasaman Barat, total 25 sekolah dari PAUD hingga SLTA rusak akibat gempa. Aktivitas sekolah yang terhenti, baru dilakukan setelah masa tanggap darurat berakhir.
Pihak sekolah dan para murid berharap agar sekolah mereka segera dibangun kembali, apalagi sebagian mereka juga korban gempa yang rumahnya ikut rusak.
Beranjak dari sekolah, pantuan Interes masih banyak warga masih menghuni rumah dan tenda darurat. Mereka belum bisa membangun atau memperbaiki rumah mereka yang rusak. Sebabnya, bantuan yang belum cair atau tidak masuknya data mereka dalam data penerima bantuan.
Kendala demikian dialami oleh Samsu, warga Jorong Timbo Abu, Nagari Simpang Timbo Abu, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat.
Sehari-hari, Samsu bekerja sebagai buruh harian lepas yang upahnya tidak mencukupi. Ia dan keluarga masih menempati hunian darurat bantuan swasta, persis di belakang bekas rumahnya. Sebuah ruangan lepas berukuran empat kali enam meter, berdinding triplek, tanpa kamar, tanpa sekat, dan berlantai tanah.
Ia dan istrinya, Nurcahya, mengharapkan dana bantuan pemerintah untuk membangun kembali rumah mereka. Sayangnya, dana bantuan 50 juta rupiah dari pemerintah yang telah masuk ke rekening belum bisa dicairkan.
Belum cairnya bantuan juga dialami Delmi, warga Kampuang Lamo. Ia mengaku terdata sebagai penerima bantuan untuk rumah rusak sedang. Dinding sekeliling rumahnya rusak, dan hingga kini masih ditutup terpal, sehingga rawan saat gempa susulan.
Kondisi berbeda dialami Andri Saputra, warga Timbo Abu. Ia awalnya tidak terdata sebagai penerima bantuan rumah rusak, walau rumahnya hancur akibat gempa. Ia baru terdata setelah berulang kali berkoordinasi dengan pemerintah setempat.
Senasib dengan Adri, ada dua ratus lebih warga yang masuk daftar susulan penerima bantuan. Sampai saat ini, mereka belum mendapat kepastian kapan bantuan akan cair dan jenis bantuan apa yang mereka terima.
Berulangkali, warga korban gempa bersama Aliansi Masyarakat Korban Gempa (AMKG) melakukan demonstrasi untuk menuntut hak mereka. Mereka mempertanyakan penanganan pasca-bencana dengan mendatangi kantor bupati atau menyampaikan aspirasi ke DPRD.
AMKG menilai, verifikasi dan validasi ulang terhadap rumah-rumah warga yang rusak, berpotensi menghilangkan hak korban, karena sebagian korban gempa sudah memperbaiki rumah mereka. Mereka khawatir tidak masuk lagi dalam daftar korban rusak berat, sedang, dan ringan.
Di tengah banyak keluhan dan kritik terhadap realisasi bantuan untuk korban gempa, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pasaman Barat mengatakan proses pemberian bantuan masih berjalan.
Kepala Pelaksana BPBD Pasbar Armi Ningdel mengaku, hanya bertanggungjawab untuk korban rusak berat. Untuk 1.171 rusak sedang, tanggung jawabnya ada di instansi lain dengan dana dari pemerintah provinsi.
Hingga pertengahan Oktober 2023, dari total 1.111 rumah rusak berat, BPBD Pasaman Barat mengklaim telah melaksanakan bantuan rehab rekon untuk 405 rumah, dan 100 rumah lainnya segera menyusul. Bantuan itu diserahkan melalui tiga sistem.
Warga korban gempa yang telah menerima bantuan sudah mulai membangun kembali rumah mereka. Dana bantuan rusak berat senilai 50 juta rupiah ditukar dengan material dari toko yang telah ditentukan. Upah tukang dan pekerja menjadi tanggungan pemilik rumah.
Terkait korban gempa yang masih bertahan di hunian sementara atau huntara, Armi menduga mereka tidak masuk dalam daftar awal. Hingga kini, AMKG mendata masih ada 174 kepala keluarga yang tinggal di huntara, tersebar di tiga kecamatan.
Adapun pelaksanaan bantuan untuk rumah rusak sedang dan ringan, sebut Armi, baru akan dilakukan setelah tuntasnya rumah rusak berat.
Warga korban gempa di Pasaman Barat berharap agar penanganan pasca-gempa segera tuntas, sehingga mereka bisa beraktivitas kembali dengan normal.