Interes.id – Berada di daerah pesisir yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia menjadikan Pasaman Barat sebagai satu dari tujuh kabupaten dan kota di Sumatera Barat (Sumbar) yang masuk zona merah aktivitas megathrust Mentawai.
Megathrust Mentawai atau patahan besar Mentawai adalah daerah sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal yang berada di bagian barat Kepulauan Mentawai. Para ahli memprediksi ada potensi gempa bermagnitudo hingga delapan koma sembilan di patahan itu.
Gempa besar itu juga disebut berpotensi memicu tsunami yang bisa menghantam Kepulauan Mentawai dan pesisir barat Sumbar, termasuk Kabupaten Pasaman Barat.
Agar tidak jatuh banyak korban jiwa, upaya mitigasi perlu cepat dilakukan. Tidak seperti Kota Padang yang telah punya sistem mitigasi dan sarana evakuasi memadai, Pasaman Barat jauh tertinggal. Padahal dari sebelas kecamatan di utara Sumbar ini, lima diantaranya berada di daerah rawan tsunami, yaitu Kinali, Sasak Ranah Pasisia, Sungai Aua, Koto Balingka, dan Sungai Beremas
Merujuk data BPS pada 2021, ada 181 ribu jiwa penduduk berdomisili di lima kecamatan itu. Mirisnya, dengan jumlah jiwa sebanyak itu, tidak ada ketinggian yang bisa dimanfaatkan sebagai shelter atau tempat perlindungan saat tsunami terjadi //
Jorong Katiagan dan Jorong Mandi Angin, Nagari Katiagan, Kecamatan Kinali merupakan daerah berpotensi diterjang gelombang tsunami megathrust Mentawai di Pasaman Barat. Kontur daerah berupa hamparan datar di pinggir laut tanpa perbukitan untuk lokasi evakuasi dikhawatirkan bisa menimbulkan banyak korban jika bencana itu benar terjadi.
Jauhnya jarak dua jorong itu dari zona aman membuat golden time penyelamatan diri pasca-gempa berpotensi tsunami dikhawatirkan tidak termanfaatkan.
Alfian, Kepala Jorong Mandi Angin menunjukkan betapa rentan wilayahnya laut menjadi pekarangan warga yang umumnya nelayan. Kerentanan ini telah disadari warga sehingga mereka selalu dihantui kecemasan. Cemas jika tsunami megathrust Mentawai terjadi. Apalagi duka gempa besar 2022 yang melanda Pasaman Barat dan Pasaman yang masih lekat dalam memori warga.
Agar tidak menimbulkan korban, warga sangat berharap mitigasi bencana gempa dan tsunami di daerah mereka segera dilakukan, termasuk pembangunan shelter.
SD Negeri 01 Kinali merupakan contoh sekolah yang berada di zona merah karena dekat dengan laut. Ada 153 murid yang belajar disini. Selain butuh edukasi kebencanaan, pihak sekolah juga mengharapkan adanya sarana evakuasi.
Guru dan murid juga khawatir jika bencana terjadi saat proses belajar mengajar sedang berlangsung. Mereka tidak tahu kemana akan menyelamatkan diri. Harapan serupa juga disampaikan guru dan murid SMP swasta yang ada di daerah itu.
Antara Jorong Mandi Angin dan Jorong Katiagan, terpisah oleh Sungai Batang Masang. Warga harus naik ponton karena tak ada jembatan penghubung untuk aktivitas sehari-hari. Kondisi ini sudah menyulitkan pergerakan warga, apalagi jika nanti terjadi bencana. Aliran sungai ini dan dua sungai lainnya mengepung Jorong Katiagan dengan laut yang ada di sisi barat.
Kepala Jorong Katiagan menyebut tidak adanya infrastruktur mitigasi menyebabkan 2.000 jiwa yang tinggal di daerahnya terancam, apalagi jarak Katiagan ke zona aman mencapai 20 kilometer melewati perkebunan sawit yang datar dan jalan yang rusak. Menurutnya, bukit yang ada di ujung perkampungan tidak bisa diandalkan sebagai shelter karena jalurnya yang menanjak sulit diakses oleh warga, terutama kelompok rentan.
Seperti warga Mandi Angin, warga Katiagan juga berharap adanya shelter penyelematan. Namun, hingga kini harapan itu belum terealisasi, bahkan belum ada tanda-tanda dari pihak berwenang meski warga sudah bersedia menyediakan lahan.
Perjuangan untuk pembangunan shelter dan jalur evakuasi tsunami di Nagari Katiagan sudah diperjuangkan masyarakat setempat sejak lama. Wali Nagari Katiagan Endang Putra mengaku sudah sering mengusulkan hal itu di berbagai kesempatan kepada pemerintah.
Ia menyebut tim survei shelter sudah pernah datang pada 2015. Namun, tak ada kelanjutan. Pihak nagari kini hanya bisa berupaya semampu mereka dengan membentuk tim mitigasi bencana swadaya serta membangun jembatan dan jalan penghubung menuju jalur evakuasi utama.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pasaman Barat mengakui banyaknya daerah rawan megatrhust Mentawai di daerahnya. Mulai dari Kecamatan Kinali hingga Air Bangis. Untuk antisipasi, mereka sudah berupaya melakukan edukasi walau belum mencukupi.
Kepala Pelaksana BPBD Pasaman Barat Armi Ningdel menyebut butuh infrastuktur mitigasi seperti perbaikan jalan evakuasi hingga bangunan untuk shelter agar banyak nyawa bisa terselamatkan.
Terselenggaranya mitigasi bencana megathrust Mentawai di kawasan utara Sumbar seperti Pasaman Barat hingga kini masih dinanti masyarakat, bahkan pemerintah setempat. Mereka berharap terbangunnya banyak shelter dan jalur evakuasi yang memadai sehingga korban jiwa akibat megathrust Mentawai, bencana yang diprediksi para ahli itu bisa diminimalkan.
Ini bukan semata-mata soal harapan, melainkan juga hak masyarakat dan kewajiban pemerintah untuk menyediakannya karena sudah diatur dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 45 serta Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. [int]